.:: MENYIKAPI MATAN FIKIH MADZHAB ::.
OLEH : USTADZ MUHAMMAD ALIF
Matan-matan tersebut disusun sebagai bahan ajar bagi para penuntut ilmu pemula, berisikan dasar-dasar ilmu sebelum melangkah ke ilmu yang besar dan luas, maka penulisnya tidak memaparkan dalil al-Qur'an dan as-Sunnah pada matan yang ditulisnya.
Ibnu Qudamah menulis al-'Umdah dengan menyebutkan berbagai permasalahan fikih di setiap bab yang disusunnya, agar penuntut ilmu pemula mengetahui bagaimana menyimpulkan dalil dan membangun kerangka ilmu di atas dalil. Demikian pula Syaikh al-Buhaili dan beliau termasuk ulama belakangan, beliau menyusun Khasyiyatu as-Salsabil fi Ma'rifati ad-Dalil 'ala Zaadil Mustaqni', beliau menyebutkan dalil dari al-Qur'an dan as-Sunnah serta Ijma' dan Qiyas pada setiap permasalahan yang tercantum pada matan Zaadul Mustaqni'. Demikian pula Syaikh Shalih al-Fauzan dengan kitabnya al-Mulakhos al-Fiqhiy, di dalam kitab tersebut telah disebutkan dalil-dalil syar'i agar para penuntut ilmu merasa tenang karena penjelasan hukum yang disebutkan memiliki dasar dalilnya. Itulah sebenarnya tujuan para ulama menulis matan-matan ilmiyyah.
Namun, saat kejahilan tersebar maka syaithan membisiki para pengikut matan agar tidak keluar dari matan tersebut walaupun hanya satu pembahasan. Fenomena tersebut merupakan bentuk kejahatan terhadap as-Sunnah, karena penulis matan tidak mengingingkan hal tersebut, mereka sekedar ingin menjelaskan permasalahan dan pendapat mereka.
Maka, manusia dalam menyikapi matan-matan tersebut terbagi menjadi tiga golongan:
Mereka yang mengkultuskan matan-matan tersebut dengan tidak memperbolehkan keluar/menyelisihi isi matan tersebut, meskipun didapati sebagian pembahasan yang tidak benar atau bahkan tidak memiliki sandaran dalil padanya.
Mereka yang menolak matan-matan tersebut hingga menilainya sebagai kesesatan dan menyelisihi kaum salaf.
Mereka yang bersikap pertengahan, mereka mengetahui bahwa matan-matan tersebut disusun oleh Ahli Ilmu sebagai kunci memahami berbagai permasalahan ilmiyyah, dan hendaknya matan tersebut dipelajari di hadapan ahli ilmu yang mampu mensyarahnya dengan disertai menyebutkan dalil pada setiap permasalahan di dalamnya dan dia juga berusaha untuk mencari kebenaran maka inilah sikap yang utama.
Syaikh Dr. Abdussalam Barjas رحمه الله dalam "Syarh Al-Ushul As-Sittah" (halaman 87-88), Cet. Daarul Kitab was Sunnah Kairo-Mesir, tahun 1267 H/ 2009 M (cetakan pertama).
Comments
Post a Comment